Sabtu, 25 Juli 2009

TAJUK RENCAN 2

Pendidikan Belum Prioritas
anggal 10 Agustus 2002, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengesahkan amendemen keempat Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu perubahan itu adalah penambahan ayat empat dari Bab XIII, Pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan. Ayat itu berbunyi "Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran dan pendapatan daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional."
Ayat tersebut dengan jelas menyebutkan besarnya anggaran pendidikan yang harus dialokasikan dari APBN. Namun, sampai empat APBN belum sekalipun amanat konstitusi ini dipenuhi, bahkan masih terlalu jauh dari angka 20 persen. Untuk APBN tahun depan amanat ini juga belum dipenuhi seperti yang disampaikan presiden dalam pidato kenegaraan, dan keterangan rancangan APBN 2007, hari Rabu (16/8) lalu.
Yang bisa diperoleh dari komitmen pemerintah hanya pernyataan terus berupaya secara sungguh-sungguh meningkatkan anggaran pendidikan secara nominal dan rasio terhadap belanja pemerintah untuk memenuhi amanat UUD 1945. Tahun depan, APBN menyediakan dana pendidikan sebesar Rp 51,3 triliun, naik 18,5 persen dari tahun lalu sebesar Rp 43,3 triliun. Namun, angka itu baru 6,8 persen dari anggaran sebesar Rp 746,5 triliun, atau sepertiga dari amanat konstitusi. Bahkan, kenaikan secara nominal sebesar 18,5 persen pun sebenarnya riil, karena disedot oleh inflasi.
Hal ini menandai bahwa pemerintah secara sadar melanggar konstitusi, dan juga tidak melihat pendidikan sebagai basis dari pembangunan sumber daya manusia dalam prioritas pembangunan. Padahal semangat amendemen konstitusi sampai harus menyebut rasio anggaran pendidikan terhadap APBN adalah agar pendidikan menjadi prioritas.
Alokasi anggaran pendidikan yang diajukan pemerintah dalam RAPBN 2007 juga tidak memiliki argumentasi yang memadai untuk mengharapkan peningkatan kualitas pendidikan. Sementara yang dihadapi Indonesia dalam persaingan global yang begitu terbuka adalah daya saing dalam kualitas manusia.
Sayangnya hal ini, juga dikuatkan oleh asumsi-asumsi RAPBN 2007 yang tidak memberikan optimisme dalam mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Sebab, angka dalam APBN masih cukup besar yang dialokasikan untuk biaya rutin, membayar utang luar negeri, dan subsidi bahan bakar minyak dan listrik, yang tidak signifikan untuk mendorong ekonomi sektor riil yang menyerap tenaga kerja.
Para pengamat dan kalangan anggota DPR menyebut bahwa RAPBN yang disampaikan pemerintah tidak cukup kuat menunjukkan anggaran yang berbasis pada kerja, khususnya efisiensi di berbagai sektor. Lambannya program efisiensi ini yang membuat APBN tidak maksimal menjadi pendorong perbaikan ekonomi dan pembangunan, termasuk dalam memenuhi anggaran pendidikan sebesar amanat konstitusi.
Tanpa arahan APBN yang berbasis kerja, khususnya efisiensi dan pemberantasan korupsi, kenaikan anggaran pendidikan sebesar 18,5 persen dan efek inflasi, akan semakin tidak berarti. Apalagi, korupsi dan penyelewengan anggaran terus berjalan, bahkan mungkin lebih besar. Hal ini akan menjadi celaka besar karena peningkatan anggaran hanya akan berarti kenaikan korupsi dan penguatan koruptor, sementara pendidikan tetap tidak diprioritaskan.

PENDAPAT PENULIS :
Oleh karena itu, presiden tidak cukup hanya berjanji tentang usaha meningkatkan anggaran pendidikan memenuhi amanat konstitusi, dalam keterbatasan anggaran harus ada efisiensi dan memberantas korupsi. Yang terakhir juga tak cukup berwacana menyebut beberapa koruptor sedang diadili atau sudah dipenjara, ukuran yang diperlukan adalah seberapa besar kekayaan negara tidak diselamatkan, sehingga tersedia anggaran untuk memprioritaskan pen-didikan.

SARAN DAN SOLUSI PERMASLAHAN :
di harapkan pemerintah dapat Menaikan APBN untuk program pendidikan agar lebih baik.

KESIMPULAN :
Alokasi anggaran pendidikan yang diajukan pemerintah dalam RAPBN 2007 juga tidak memiliki argumentasi yang memadai untuk mengharapkan peningkatan kualitas pendidikan. Sementara yang dihadapi Indonesia dalam persaingan global yang begitu terbuka adalah daya saing dalam kualitas manusia.
SUMBER BERITA :
Interne

Tidak ada komentar:

Posting Komentar